Civil
Society dan Hakikat Demokrasi
Disusun oleh:
Syahrul Bahtiar Rifa’i (14710077)
PROGRAM STUDI
PSIKOLOGI
FAKULTAS ILMU
SOSIAL HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM
NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2014
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan
kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya, kami dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Civil Society dan Hakikat Demokrasi”.
Shalawat beserta salam kami curahkan kepada Nabi Muhammad Saw nabi junjungan
alam. Makalah ini ditulis dari hasil peyusunan data-data referensi dari buku
dan dengan tujuan memenuhi salah satu tugas yang diberikan oleh dosen
pembimbing mata kuliah Pancasila, M. Sauki.
Kami ucapkan terima kasih kepada
pembimbing mata kuliah Pancasila atas bimbingan dan arahanya dalam penulisan
makalah ini, juga kepada teman-teman yang telah mendukung sehingga makalah ini
dapat diselesaikan.
Saran dan nasihat dari pembaca sangat kami harapkan demi perbaikan
makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis maupun pembaca semua.
Yogyakarta, 16 November 2014
Penulis
BAB I
Pendahuluan
Perkembangan yang terjadi didalam
masyarakat selalu berkembang dalam perkembangannya ini dipengaruhi juga oleh
beberapa aspek seperti halnya dalam bidang budaya, sosial, politik, ekonomi dan
sebagainya yang saling terikat dan mempengaruhi bagaimana perkembangan
masyarakat tersebut. Masyarakat yang dapat mengerti dan memahami apa yang
dibutuhkan oleh negaranya adalah masyarakat yang sangat diharapkan oleh
negaranya . Dimana masyarakat tersebut dapat menjaga budayanya, dapat hidup
secara mandiri, masyarakat yang didasari oleh kesetaraan dan juga tidak lepas
dengan masyarakat yang mampu mempengaruhi kebijakan umum yang ada selaras
dengan bagaimana hidup dengan demokrasi. Oleh karena itu makalah ini dibuat
untuk memperkenalkan lebih dalam seperti apakah masyarakat sipil atau
masyarakat madani dalam kehidupan bernegara sehingga informasi serta
pengetahuan tentang civil society ini dapat berkembang lebih
cepat dalam masyarakat dengan begitu secara tidak langsung tujuan Negara
Indonesia untuk dapat memiliki masyarakat yang aktif dalam proses perkembangan
Negara dapat terwujud.
Dalam rentetan
permasalahan di negeri ini yang mesti diingat adalah adanya peran civil society
dalam mengingatkan pemerintah akan perannya dalam mengelola negeri ini yang
seolah-olah absen dari tanggung jawab. Mereka seolah-olah melupakan peran
masyarakat padahal sejatinya dalam iklim demokrasi civil society merupakan
simpul dari sebuah negara yang demokratis.
BAB II
Pembahasan
Pengertian civil society
Civil society sering
disebut sebagai masyarakat madani, masyarakat warga, masyarakat kewargaan, masyarakat sipil, beradab, atau
masyarakat berbudaya. Istilah civil society berasal dari bahasa latin yaitu
civitas dei atau kota illahi. Asal kata civil adalah civilization (beradab).
Civil society secara sederhana dapat diartikan sebagai masyarakat beradab.
Konsepsi modern tentang civil
society pertama kali dipakai oleh hegel dan philosophy of ahun right pada tahun
1821. Dia menyebutkan bahwa “civil society is sphere of ethical life interposed
between the family and the state” definisi ini kemudidn dikembangkan oleh larry
diamond(1994) yang menyatakan bahwa “civil society is the realm of organized
social life that is voluntary, self-generating, self-supporting, autonomousfrom
the state, and bound by legal order or set of shared rules” dengan demikian
pandangan teory liberal tentang civil society pada hakekatnya menginginkan
adanya suatu masyarakat yang mempunyai kemandirian dan terbebas dari hegemoni
state (justinus prastowo, 2009).
Dalam bahasa indonesia istilah
civil society sulit diterjemahkan secara langsung, misalnya dengan masyarakat
sipil (Hikam, 2006). Hal ini disebabkan karena istilah sipil diindonesia
diterjemahkan sebagai bukan militer(non militer), padahal arti civil society
atau burgerliche merupakan seluruh lapisan mastyarakat yang bukan negara dan
bukan keluarga. Burgerliche juga tidak dapat diterjemahkan sebagai borgeoise,
karena borjuis hanya merupakan salah satu kelas dalam masyarakat. Oleh karena
itu maka magnis suseno (1992) menterjemahkan sebagai masyarakat luas.
Mekanisme
fungsi civil society dalam relasasi negara-masyarakat dapat dilihat pada gambar
berikut:
Civil society
|
Mempunyai
aktivitas memajukan kesejahteraan
|
Sebagai kekuatan
tandingan negara
|
Melakukan
serangkaian aktivitas yang belum atau tidak dilakukan negara
|
Landasan
Filosofis Masyarakat Madani
Di Negara bagian barat sedang
menganut suatu faham yaitu faham rasionalitas. Lalu dengan adanya suatu
pencerahan bahwa rasionalitas adalah instrument utamanya . Segala sesuatu yang
berada di luar rasio atau jangkauan piker manusia dianggap menjadi suatu yang
tidak relavan atau yang disebut dengan dikhotomi. Dengan adanya pemikiran yang
seperti itu membuat masyarakat cenderung memandang sesuatu hanya berorientasi
pada masyarakat modern serta lebih memandang proses sejarah secara tertutup dan
menafikkan perlunya elemen diluar rasionalitas yang ada. Akhirnya mucullah
suatu ketidakpuasan didalam hati masyarakat lali mereka berusaha untuk me-Recovery (menemukan)
dan Recontruction (menyusun).Tetap berpegang teguh pada
tradisi , agama, adat yang ada , tetapi tidak menolak sepenuhnya gagasan
pencerahan yang tentunya akan membawa kedalam perubahan yang lebih baik .
Meskipun akar pemikiran dari
masyarakat madanipada dasarnya dapat diruntut kebelakang zaman Aristoteles
namun Ciecerolah yang mulai memperkenalkan penakaian istilah yaitu societas
civilis dalam suatu filsafat politik . Societas Civilis yang merujuk pada
gambaran mengenai masyarakat yang memiliki tingkat kepatuhan hukum yang tinggi
dan dapat di salurkan melauli organisasi – organisasi ataupun lembaga lembaga
yang ada sehingga dapat membantu pembentukan kebijakan umum yang akan dibentuk
atau yang perlu direvisi untuk kepentingan masyarakat seluruhnya.
Di benua Eropa , masyarakat madani
muali diawali dengan menguatnya kekuatan kekuatan politik diluar raja ketika
pihak kerajaan membutuhkan upeti yang lebih besar dari kelompok tuan tanah.
Perkembangan masyarakat Madani secara besar – besaran mulai sejalan dengan
proses formasi social dan perubahan – perubahan politik di Eropa sebagai akibat
dari pencerahan (enlightenment) dan modernisasi dalam menghadapi persoalan
duniawi, yang keduanya waktu itu ikut mendorong tergusurnya rezim – rezim
absolut . dan akhirnya Masyarakat borjuis Eropa untuk melepaskan diri dari
dominasi Negara. Civil Society secara institusional diartikan Pengelompokan
anggota – anggota masyarakat. Sebagai warga negara mandiri yang dapat dengan
bebas dan egaliter bertindak aktif dalam suasana dan praktis mengenai segala
hal yang berkaitan dengan masalah kemasyarakatan pada umumnya. (Henningsen
Democracy : 14)
Perkembangan
konsep civil society
Konsep civil society
dikonotasikan sebagai masyarakat sipil, merupakan konsep yang berkembang dalam pemikiran
politik barat. Konsep tersebut telah mengalami proses evolusi yang cukup
panjang dan sempat dilupakan tersebut bangkit dan mulai menjadi fokus perhatian
pada akhir tahun 1980an awal dan awal 1990an , teutama saat terjadi gelombang
demokratisasi dieropa timur. Terkait dengan konsep civil sosiety, cicero
menyebutkan bahwa masyarakat sipil sebagai masyarakat politik yang mempunyai
kode hukum tertentu yang mengatur hidup bersama dan pergaulan antar individu. Hukum
yang mengatur antar individu merupakan tanda dari keberadaan suatu masyarakat
tertentu. Menurut cicero, kondisi individu atau masyarakat keseluruhan yang
memiliki budaya hidup kota dan menganut norma-norma kesopanan tertentu (adi
suryadi cula, 2006:44). Dalam kehidupan kota, warga masyarakat hidup dibawah
hukum sipil (civil law) sebagai dasar yang mengatur kehidupan bersama.
Konsep masyarakat sipil atau civil
society memeng tidak dapat dipisahkan dari pemikiran negara-kota (city-state) yunani
kuno (adi suryadi cula, 2006 :44). Namun demikian terdapat perbedaan antara
konsep masyarakat sipil menurut cicero dengan konsep yang dikemukakan oleh
aristoteles. Dalam koinonia politike (terjamahan latin-sosietas civilis), yang
berlatar pandang hidup warga yunani yang lebih menekankan kolektivitas,
sedangkan cicero lebih mendasarkan warga romawi yang menjunjung
individualistis(adi suryadi cula,1006:44).
Faktor
yang mempengaruhi perkembangan civil society
1. Budaya
politik
Budaya politik suatu bangsa secara
spesifik dapat didefinisikan sebagai keseluruhan cara berfikir yang dimiliki
dan disebarkan oleh suatu bangsa mengenai politik dan pemerintahanya (Eddi
Wibowo dan Hessel N. Tangkilisan,2004.38). budaya politik memberikan ruang
psikologis dalam mana sebuah konflik politik akan dikelola dan
kebijakan-kebijakan publik akan diterbitkan. Dalam kaitan ini terdapat 2
komponen utama yang membentuk budaya politik, yaitu: pertama, orientasi
kognitif yang merefleksikan pengetahuan dan perhatian kepada obyek politik.
Aspek kognitif ini menunjukkan apa sebenarnya yang dipercaya masyarakat tentang
bekerjanya unsur dalam arena politik. Kedua, orientasi efektif, adalah
efek yang termanifestasikan dalam perasaan dan emosi yang berkaitan dengan
obyek politik (Ranney, 1996 dalam Eddi wibowo dan Hessel N. Tingkilsan, 2004:
38)
Salah satu aspek budaya politik adalah
adanya peraturan perundang-undangan sebagai representase norma-norna yang
diterapkan oleh suatu negara. Undang-Undang atau produk hukum maupun kebijakan
yang dikeluarkan pemerintah, berpeluang melibatkan masyarakat dalam
penyelesaian konflik yang mungkin timbul, namun disisi yang lain juga dapat
menafikkan peran masyarakat bahkan menekan keterlibatan dipihak luar negara
untuk melakukan perananya dalam sebuah sistem politik.
2. Tingkat
kesatuan dalam civil society
Menurut sudjatmiko dalam eddi wibowo dan
hessel N. Tangkilisan (2004:39), kesatuan, kohesivitas, atau solidaritaserat
kaitanya dengan komunitarisnisme sebagai salah satu komponen civil society yang
harus dikembangkan sebagai penguatan civil society. Dipengaruhi oleh berbagai
aspek , yaitu:
a. Kesamaan
visi dan misi komponen civil society
Menurut eddi wibowo dan hessel N.
Tingkilisan (2004:39) visi memberikan gambaran kedepan memngenai idealisasi
yang ingin diwujudkan, kearah mana organisasi pada masa yang akan datang.
Sedangkan misi secara detail menguraikan seluruh cita-cita yang ingin dicapai
oleh sebuah organisasi yang berfungsi sebagai arahan dan petunjuk bagi
pengambilan keputusan organisasi.
b. Jaringan
kerja civil society
Menurut eddi wibowo dan hessel N.
Tingkilisan (2004:39) Jaringan kerja merupakan sarana kerjasama dan interaksi
antar komponen dalam civil society. Munculnya jaringan kerja bersama antar
komponen-komponen civil society, merupakan indikasi positif menguatkanya
kohesivitas dalam civil society. Jaringan kerja dan interaksi dapat
diimplementasikan melalui berbagai kegiatan, antara lain fokus grup diskusion,
join working group, konferensi, kelompok kerja bersama dan lain sebagainya.
c. Partisipasi
Menurut eddi wibowo dan hessel N.
Tingkilisan (2004:40-41) partisipasi yang ditunjukkan komponen-komponen civil
society baik secara kualitas maupun kuantitas dalam sebuah agenda bersama,
mengindikasi bagaimana sebenarnya soliditas dan kesatuan yang ada sebuah civil
society. Seberapa bagus kualitas partisipasi dari civil society setidaknya
dapat ditelusuri melalui keterlibatan civil society dalam perumusan kebijakan
menurut breinkerhoff, partisipasi civil society dimanifestasikan dalam berbagai
bentuk yaitu: penyebaran informasi, konsultasi, kolaborasi, pembuatan keputusan
bersama dan pemberdayan.
3. Dukungan
dana dari luar negeri
Bantuan mempunyai peran penting dalam
menyuplai infrastruktur organisasi. Selain itu juga berperan untuk mendanai
konferensi atau seminar baik level domestik maupun internasional mengenai
isi-isu yang relevan, juga memberikan dukungan untuk pelatihan dan pembekalan
bagi manajemen organisasi.
Tujuan dibangunya Civil Society
a. Kemandirian
individu sebagai warga negara
Kemandirian
individu sebagai warga Negara yang dimaksutkan adalah individu individu yang
bisa mengerti akan pentingnya peranan mereka dalam membatu perkembangan bangsa
Indonesia . Hal kemandirian ini dapat di implementasikan kepada masyarakat yang
taat dan patuh akan hukum serta dapat menyampaikan pendapat pendapatnya secara
baik dan terarah untuk membantu pertimbangan kebijakan public yang akan di
bentuk ataupun yang perlu di revisi uantuk kepentingan masyarakat luas.
b.
Jaminan Hak Asasi Manusia
Sebagaimana
yang telah tertulis dalam Undang Undang Dasar Negara Rebublik Indonesia bahwa
setiap warga Negara berhak mendapatkan jaminan Hak Asasi Manusia tersebut, hal
ini ditujukan agar warga Negara dapat dengan tenang melakukan segala
aktivitasnya dan pastinya tidak mengganggu kepentingan orang lain.
c.
Kebebasan bicara dan menyatakan pendapat
Civil
Society yang memiliki tujuan untuk menjadi masyarakat yang patuh akan hukum dan
juga memiliki prinsip demokrasi dan juga dapat mempengaruhi kebijakan umum hal
tersebut diperlukan dengan adanya keberanian mengungkapkan pendapat, wadah
wadah yang dapat menampung aspirasi atau pendapat masyarakat contonya seperti
lembaga ataupun lembaga lembaga kemasyarakatan.
d.
Keadilan yang merata
Keadilan
merata bagi seluruh warga Negara baik dalam bidang hukum maupun pelayanan
masyarkat lainnya .
e.
Pembagian sumber daya ekonomi
Pembagian
sumber daya ekonomi yang merata sehingga masyarakat dapat hidup lebih mandiri
dan tidak selalu tergantung kepada pemerintah saja dan menunggu bantuan bantuan
yang di berikan oleh pemerintah.
Realitas
kehidupan civil society di Indonesia
Realitas kehidupan
civil society di Indonesia sangatlah menarik ,dimana gerakan-gerakan
kemasyarakatan tumbuh dengan subur, mengindikasikan rasa tidak cukup puas
masyarakat sipil terhadap peran negara. Lembaga Swadaya Maysarakat (LSM) pun
menjamur, yang mana fungsinya sebagai pengimbang negara dan kekuatan untuk
memberdayakan masyarakat marginal. Fenomena ini perlu disambut dan dilihat
secara positif dalam rangka berlomba-lomba untuk berbuat yang terbaik
Dari gambar diatas dapat dijelaskan
akan selalu ada nya keterkaitan antara Intitusi non-pemerintah , Ormas dan
Media massa, Perorangan yang selaku sebagai masyarakat sipil akan mempengaruhi kebijakan
kebijakan yang akan dputuskan oleh institusi Negara. Masyarakat sipil reflektif
dan mengisyaratkan hingga ada wacana public bahwa individu dalam yang
setara dapat membuat transaksi wacana dan praksis politik (akses kegiatan
publik ) ruang publik yang bebas media masa , tempat pertemuan umum ,
parlemen sekolah , organisasi masyarakat. Untuk dapat mengembangkan masyarakat
madani di Indonesia perlu suatu landasan tumpu untuk penguatan Civil Society
tersebut yaitu Pancasila, nilai – nilai sila pancasila yang fleksibel dan
universal dalam kesejahterahan.
Pengertian Demokrasi
Secara garis besar dapat dikatakan bahwa
demokrasi merupakan bentuk pemerintahan di mana formulasi kebijakan, secara
langsung atau tidak langsung ditentukan oleh suara terbanyak dari warga
masyarakat yang memiliki hak memilih atau dipilih, melalui wadah pembentukan
suaranya dalam keadaan bebas dan tanpa paksaan. Definisi umum ini setidaknya, sejalan dengan apa yang
diutarakan oleh Joseph Schumpeter dalam buku klasiknya, Capitalism, Socialism, and Democracy yang mengatakan bahwa
demokrasi adalah kehendak rakyat dan kebaikan bersama (the will of the people and the common good) (1947:269).
Pandangan Joseph Schumpeter
tersebut dapat dimaknai dalam dua pengertian. Pertama, demokrasi sebagai kehendak rakyat. Demokrasi akan berwujud
manakala kehendak rakyat mayoritas dapat dipenuhi oleh pemerintah berkuasa
dengan (relative) baik. Kedua, demokrasi
adalah sebagai kehendak bersama (common good). Menurut Schumpeter, tujuan
sistem pemerintahan demokrasi ialah menciptakan kebaikan bersama yang
ditetapkan dalam kontrak politik. Jalan menuju hal tersebut tentu saja dengan
“metode demokratis” di mana di dalamnya terdapat mekanisme kelembagaan yang mana
penempatan individu dalam memperoleh kekuasaan untuk membuat keputusan melalui
perjuangan kompetitif demokratis dalam rangka merengkuh suara-suara warga.
Berbeda dengan Robert Dahl .
Robert Dahl dalam Miriam Budiardjo (2008) mengajukan lima kriteria demokrasi
sebagai sebuah ide politik, yaitu:
1.
Persamaan hak dalam menentukan keputusan kolektif yang
mengikat,
2. Partisipasi
efektif, yaitu kesempatan yang sama bagi semua warga Negara dalam proses
pembuatan keputusan secara kolektif,
3. Pembeberan
kebenaran, warga Negara memberikan penilaian terhadap jalannya proses politik
dan pemerintahan secara logis,
4. Kontrol terhadap
agenda politik pemerintahan,
5. Tercakupnya
semua masyarakat dalam kaitannya dengan perihal hokum.
Perlu dipahami sebelumnya
bahwa demokrasi adalah sistem pemerintahan perwakilan yang dibangun oleh aturan
mayoritas , di mana beberapa hak individu dilindungi dari campur tangan
pemerintah, dan tidak dapat dibatasi walaupun dengan suara mayoritas. Karena itu,
menurut Gwendolen Carter dan John Herz dalam Budiardjo (2008: 86-87), demokrasi
didefinisikan sebagai:
1.
Pembatasan terhadap tindakan pemerintah untuk
memberikan perlindungan bagi individu dan kelompok dengan jalan menyusun
pergantian pimpinan secara berkala;
2. Adanya sikap
toleran terhadap pendapat yang berlawanan;
3. Persamaan dimuka
hukum yang diwujudkan dengan sikap yang tunduk pada aturan hukum tanpa
membedakan kedudukan social,ekonomi,dan politik;
4. Adanya pemilihan
yang bebas dan disertai dengan model perwakilan yang efektif;
5. Diberikannya
kebebasan berpartisipasi dan beroposisi bagi partai politik peserta pemilihan
umum, termasuk juga organisasi kemasyarakatan dan kelompok-kelompok kepentingan
serta kelompok-kelompok penekan;
6. Adanya
penghormatan terhadap hak-hak rakyat untuk menyatakan pandangannya;
7. Dikembangkannya
sikap menghargai hak-hak minoritas.
Dari sudut struktural,
sistem politik yang demokratis, sejatinya, mampu memelihara keseimbangan antara
konflik dan consensus. Hal ini menunjukan bahwa demokrasi memungkinkan
perbedaan pendapat, persaingan, dan pertentangan, baik itu antara
individu/kelompok/partai, tapi demokrasi hanya akan menolerir konflik yang
tidak menghancurkan sistem.
Karena cairnya demokrasi itu
sendiri, maka demokrasi tentu saja menyediakan mekanisme dan prosedur yang
mampu mengelola, mengatur, dan menyalurkan konflik sampai pada penyelesaiannya
dalam bentuk consensus. Maka dari itulah, Henry B. Mayo (dalam budiardjo, 2008)
mengutarakan teorinya yang mengatakan bahwa ada nilai-nilai yang harus dipenuhi
dalam membumikan demokrasi secara definisi, yakni:
1.
Menyelesaikan pertikaian secara damai dan sukarela;
2. Menjamin
terjadinya perubahan secara damai dalam suatu masyarakat yang selalu berubah;
3. Pergantian
penguasa yang teratur;
4. Penggunaan
paksaan sesedikit mungkin;
5. Pengakuan dan
penghormatan terhadap nilai-nilai keanekaragaman;
6. Penegakkan
keadilan;
7. Memajukan ilmu
pengetahuan;
8. Pengakuan dan
penghormatan terhadap kebebasan.
Terdapat beberapa ciri pokok
dari sebuah sistem politik yang demokratis, ialah:
·
Adanya partisipasi politik yang luas dan otonom
·
Berwujudnya kompetisi politik yang sehat dan adil
·
Adanya suksesi atau sirkulasi kekuasaan yang berkala
terkelola
·
Adanya monitoring, kontrol, serta pengawasan terhadap
kekuasaan (eksekutif, legislatif, yudikatif, birokrasi, dan militer) secara
efektif, juga berwujudnya mekanisme check
and balances diantara lembaga-lembaga Negara
·
Adanya tatakrama, nilai, norma yang disepakati bersama
dalam bermasyarakat, bernegara, dan berbangsa.
Prinsip-prinsip Demokrasi
Secara historis, demokrasi
tumbuh sejak zaman Yunani kuno, yaitu pada masa Negara kota (city state) di
Athena sekitar abad-6 sampai abad-3 sebelum masehi. Secara etimologis demokrasi
berasal dari Bahasa Yunani, yaitu “demos” yang berarti rakyat dan “kratos atau
kratein” yang berarti kekuasaan atau berkuasa.
Alamudi mengatakan bahwa
demokrasi menganut prinsip sebagai berikut:
·
Kedaulatan rakyat
·
Pemerintahan berdasarkan persetujuan dari yang
diperintah
·
Kekuasaan mayoritas
·
Hak-hak minoritas
·
Jaminan hak asasi manusia
·
Pemilihan yang bebas dan jujur
·
Persamaan di depan hukum
·
Proses hukum yang wajar
·
Pembatasan pemerintah secara konstitusional
·
Pluralisme social, ekonomi, dan politik
·
Nilai-nilai toleransi, pragmatisme, kerja sama, dan
mufakat.
A.V.Dicey dalam Miriam
Budiardjo (2008:113) mengidentifikasi unsur-unsur rule of law dalam demokrasi konstitusionil menjadi tiga, yaitu:
1. supremasi aturan-aturan
hukum (supremacy of the law), seseorang hanya boleh dihukum kalau melanggar
hukum
2. kedudukan yang sama di
depan hukum (equality before the law) baik untuk pejabat ataupun rakyat biasa
3. terjaminnya hak-hak asasi
manusia oleh undang-undang.
Perkembangan Pemikiran
Tentang Demokrasi
ü
Thomas Hobbes
a.
Konsep State of
Nature Manusia
Manusia sebagai
makhluk yang mementingkan diri sendiri dan bersifat rasional. Hobbes memandang
bahwa Negara harus menjadi perwujudan kelembagaan yang kuat, yang mampu mengancam
(kapan saja) individu-individu dalam sebuah institusi Negara.
Untuk mengatur
kebebasan kehendak manusia, perlu ditanamkan bertingkah laku dalam masyarakat
berada pada tangan pemerintah yang berdaulat. Namun, dalam batas-batas yang
ditetapkan oleh pemerintah, individu (warga masyarakat) bebas hidup sesuai
dengan kehendaknya karena tujuan kewenangan absolut yakni untuk mencegah
seseorang bertindak merugikan orang lain.
b.
Negara dan Kekuasaan
Dengan
modal rasionalitas yang dimilikinya serta keiinginan untuk dapat terhindar dari
“kematian’ manusia kemudian berusaha untuk mencari perlindungan yang bisa
mengindarkan dari ancaman. Upaya yang dilakukan ditempuh dengan mekanisme
convenat (kontrak social) untuk mendirikan sebuah Negara. Negara yang dibayangkan
oleh hobbes diwajibkan untuk mempunyai hak menentukan nilai-nilai yang boleh
dan tidak untuk dilakukan oleh anggota masayarakat.
Menurut
Thomas Hobbes ada beberapa langkah yang dapat dilakukan agar tak tercipta
kealiman penguasa yaitu 1. Melalui kesadaran penguasa itu sendiri 2. Dibuat
undang-undang yang mengatur kekuasaan penguasa 3. Diwajibkannya penguasa untuk
menjaga HAM.
2.
John Locke
a.
sedikit tentang locked an state of nature
mengenai
keadaan alamiah manusia. Secara alamiah manusia berapa dalam keadaan bebas sama
sekali dan kedudukan sama .keadaan alamiah manusia pada awalnya ditunjukan
dalam bentuk saling memberi , hormat menghormati, saling tolong dan sebagainya.
Kondisi yang terakhir itu mengarah pada lahirnya ketimpangan social antar
individu atara satu kelompok atau antar Negara. Menurut locke yang membuat
peradaban luluh lantah bukan karena factor internal manusia tetapi lebih
disebabkan oleh factor dorongan ekternal. Pandanga terakhir jelas berbeda
dengan pandangan hobbes yang mengarah pada factor internal.
b.Negara
dan Kekuasaan
Locke
mengatakan bahwa pemerintah di tetapkan berdasarkan persetujuan yang
diperintah. Kehadiran pemerintah untuk memperkecil lahirnya state of war. Oleh
karena itu Negara punya tugas ganda yaitu menjaga property right warga Negara
yang telah diperoleh -masing individu
dan menciptakan iklim kondusif bagi masyarakat.
Kemudian
terkait state of nature manusia, Negara perlu menetapkan hukum-hukum sebagai
patokan dasar dalam menata kehidupan bermasyarakat. Tujuan di dirikan Negara
ialah untuk melindungi dan menjaga kebebasan sipil sebagai wujud dari civil
society dimana kewenangan tertinggi berada di tangan pemerintah, yang setiap
regulasinya harus di taati oleh para warga Negara. Negara melalui kontrak
social artinya karena setiap warga Negara yang kemudian di gunakan untuk
mengatur individu-individu yang berada di dalamnya. Oleh karena itu Negara
dapat melakukan apa saja sesuai dengan perjanjian antar warga Negara.
3.Montesquieu
a. Pembagaian
kekuasaan
Dikenal
dengan trias politica menyebut tiga institusi yang harus ada dalam Negara
modern, yaitu legislative, eksekutif dan yudikatif. Tujuan trias politica
supaya political right dan civil liberties dapat terbangun dan terlindungi
dengan baik.
b. Filsafat
Detrministik Geografi dan Bentuk Pemerintah
Menjelaskan
bahwa letak geografi menentukan kepemilikan atas sumber daya alam dan karakter
individu hingga bentuk rumah, pola bersosial dan lain-lain. Cara pandang ini
mempengaruhi bentuk-bentuk Negara. Menurut Montesquieu terdapat tiga bentuk
Negara:1. Negara yang mempunyai wilayah kecil akan sangat pantas untuk
mengaplikasikan bentuk Negara republik. 2. Negara memiliki wilayah sedang
sangat pantas mengaplikasikan bentuk Negara monarki. 3. Negara memiliki wilayah
luas sangat pantas mengaplikasikan bentuk Negara despotic
D. Demokrasi dan demokratisasi
Negara sebagai suatu konsep politik klasik
kembali tampil dalam kemasan baru yang mampu menggeser konsep politik kontemporer.
Politik demkratisasi dapat diartikan dalam suatu transformasi untuk mencapai
siuatu sistem yang demokratis. Demokrasi berarti secara sederhana pemerintahan
dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat. Oleh karena itu demokrasi merupakan
sistem yang bertumpu pada kedaulatan rakyat.
Menurut Diamond dalam Miriam Budiarjo, ada
tiga tugas konsolidasi demokrasi
1. Penguatan
demokrasi yaitu membuat struktur formal demokrasi menjadi lebih liberal.
2.
Pelembagaan politik yaitu pemerkuatan stujktur
demokrsi perwakilan dan pemerintahan formal sehingga mereka levbih menjadi
koheren.
3.
Konsolidasi demokrasi adalah membangun kinerja rezim
yaitu membangun legitinasi politik yang luas melalui kemampuannyan dalam
memfromulasi dn mengimplimentasikan kebijakan- kebijakan public.
Robert Dahl dalam Miriam Budiardjo yang menjelaskan
proses menuju sistem politik yang demokrats mesti membutuhkan kondisi-kondisi
awal yang memadai guna terwujudnya demokratsasi:
1.
Adanya pemilihan umum yang bebas, adil, dan berkala.\
2.
Kebebasan berpendapat
3.
Adanya akses kesumber-sumber informasi yang luas dan
beralternatif
4.
Adanya otonomi asosiasional
5.
Dibangunnya pemeintahan perwakilan
6.
Adanya hak warga Negara yang inklusif
Sistem
politik yang hakikatnya memnerlukan 3
prinsip dasar:
1.
Tegaknya etika dan moralitas politik sebagai landasan
kerja sistem politik,ekonomi,dan social dalam horizon berbangsa dan bernegara
2.
Tegaknya prinsip konstitusionalisme secara tgas melalui
pelaksanaan terhadap supremasi hukum
3.
Diberlakukan dan dilaksanakan mekanisme akuntasbilitas
public
\
Hungtington proses menuju demokrasi dapat berlangsung dalam
empat skenario :
1.
Transformasi : proses menjadi
demokrasinya suatu negara yang awalnya otoriter dengan dimotori dan
dikendalikan oleh pihak yang berkuasa.
2.
Replacement : demoratisasi terjadi
melalui runtuhnya kekuasaan rezim lama yang kemudian digantikan oleh rezim yang
baru dan prodemokrasi.
3.
Transpalacement : proses menuju
negara yang demorasi sebagai kombinasi antara gerakan sosial diluar rezim yang
mengalami penguat-penguatan melalui people power misalnya serta ada dorongan
dari fraksi – fraksi prodemokrasi didalam rezim yang tengah berkuasa.
4.
Intervensi: proses demokrasitisasi
yang dihasilkan oleh ikut sertanya pihak luar negara lain dalam atau dengan
menjatuhkan rezim yang tengah berkuasa
Munk dan leff dalam Idrus Afandi mengajukan tipologi transisi
menuju demokrasi kedalam beberapa jenis:
1.
Reformasi dari bawah proses transisi
menuju demokrasi ini digerakkan oleh kelompok di luar elite berkuasa melalui
perjuangan yang bergerak dalam kerangka hukum yang ada.
2.
Reformasi melalui transaksi. Seperti
di brazil dan polandia contohnya, demokrasitisasi terjadi karena elite penguasa
tidak mampu lagi memiliki cukup kekuatanuntuk melawan sehingga terjadi
negoisasi untuk akhirnya melaksanakan sitem politik demokratis.
3.
Reformasi melalui ekstrikasi. Terjadi
di Hungaria, dilakukan denmgan cara yang ekletik dengan kerangka negisasi
anatara kelompok oposisi dan kelompok berkuasa yang kemudiian masing-masingnya
mempunyai kesedian untuk membuka diri dan menerima kekurangan serta mengakumulasi
kelebihan.
4.
Reformasi melalui kleruntuhan atau
perpecahan. Yang pernah terjadi di Argentina akibat lanjut dari kekalahn dalam
perang Malvinas yang menyebabkan kelompok kelompok dalam masyarakat akhirnya
mengambil alih kekuasaan dalam politik.
5.
Reformasi konservatif. Suatu
perubahan ke arah demokrasi yang dilakukan oleh elite berkuasa akibat dari
kesadaran elite dengan mengakomodasi semua kebutuhan yang diperluakan oleh
suatu sitem politik demokrasi.
6.
Revolusi sosial suatu gerakan yang
warga yang digagas diluar rezim dengan
cara konmfrotasi.kasus Filipina adalah contoh bagaimana revolusi sosial dapat
menyumbangkan demokrasi dinegara itu.
Demokrasi adalah
kebebasan untuk berpendapat dengan adanya kebebasan pers didalamnya dan adanya
trias politika sebagai penampungan aspirasi masyarakat dan kebebasan tersebut
harus bertanggung jawab. Kebebasan tersebut tidak boleh mengganggu kebebasan orang
lain.
Awalnya
demokrasi diartikan sebagai pemerintahan oleh rakyat dan untuk rakyat. Dalam
perkembangannya pengertian demokrasi menjadi lebih luas sebagai bentuk
pemerintahan di mana hak-hak untuk membuat keputusan-keputusan politik harus
melibatkan rakyat baik secara langsung maupun perwakilan.
Demokrasi mempunyai
nilai untuk menghindari tirani (kesewenang-wenangan), adanya jaminan HAM untuk
menuju perdamaian dan kemakmuran suatu masyarakat dan Negara.
Demokrasi
menjadi istilah yang bersifat universal, tetapi dalam prakteknya terdapat
perbedaan-perbedaan antara satu negara dengan negara yang lain.
Akan
tetapi, terdapat prinsip-prinsip dasar yang sama, seperti persamaan,
dihormatinya nilai-nilai kemanusiaan, penghargaan kepada hak-hak sipil dan
kebebasan, serta dihargainya pluralitas dan kompetisi yang fair.
Civil Society adalah
keterlibatan warga Negara yang bertindak secara kolektif untuk mencapai tujuan
dan masyarakat sipil yang memusatkan perhatiannya untuk kepentingan publik
tetapi tidak berusaha untuk merebut kekuasaan. Habermas seorang tokoh madzab
Frankfurt melalui konsep the free public sphere atau ruang publik yang bebas,
di mana rakyat sebagai citizen memiliki akses atas setiap kegiatan publik.
Sebagai missal, setiap individu memiliki kebebasan untuk berpendapat dan
berekspresi dengan syarat harus kebebasan yang bertanggung jawab. Pandangan
Habermas ini, tampaknya sedang berlangsung di Indonesia saat ini. Cuma yang
jadi soal, kita baru berada pada tataran proses belajar, setelah sekian lama
kebebasan kita dibelenggu oleh penguasa. Sikap egalitarian bangsa ini telah
terkoyak-koyak oleh perjuangan memperebutkan atribut-atribut semu yang
dikendalikan oleh invisible hand. Jiwa dari the free public sphere sebenarnya
telah terakomodasi dalam UUD 1945 Pasal 28. Namun, karena kuatnya political
will penguasa spirit dari gagasan Habermas ini memudar nyaris punah.
Kita telah lama
memimpikan ruang publik yang bebas tempat mengekspresikan keinginan kita atau
untuk meredusir, meminimalisir berbagai intervensi, sikap totaliter, sikap
etatisme pemerintah. Pada ruang publik inilah kita memiliki kesetaraan sebagai
aset untuk melakukan berbagai transaksi wacana tanpa harus takut diciduk,
diintimidasi atau ditekan oleh penguasa. Model ini sudah lama tetapi sekaligus
merupakan format baru bagi kita untuk mereformasi paradigma kekuasaan yang
telah dipuntir oleh penguasa Orde Baru.
The
free public sphere merupakan inspirator, motivator sekaligus basis bagi
mekanisme demokrasi modern, seperti yang dialami oleh Amerika, bangsa Eropa dan
kawasan dunia lain. Demokrasi modern secara substantif mengacu pada kebebasan,
kesetaraan, kemandirian, kewarganegaraan, regularisme, desentralisme,
aktivisme, dan konstitusionalisme.
Kita mesti membangun
dan mengembangkan institusi seperti LSM, organisasi sosial, organisasi agama,
kelompok kepentingan, partai politik yang berada di luar kekuasaan negara,
termasuk Komnas HAM dan Ombudsman yang dibentuk oleh pemerintah. Hal ini tidak
serta merta menghilangkan keterhubungannya dengan negara atau bersifat otonom.
Berbagai undang-undang, hukum dan peraturan negara tetap menjadi pijakan bagi
setiap institusi dalam melakukan aktivitasnya. Hal terpenting dalam civil
society adalah kesetaraan yang bertumpu pada kedewasaan untuk saling menerima
perbedaan. Tanpa itu, civil society hanya merupakan slogan kosong.
Civil Society dan
demokrasi ibarat "the two side at the same coin". Artinya jika civil
society kuat maka demokrasi akan bertumbuh dan berkembang dengan baik.
Sebaliknya jika demokrasi bertumbuh dan berkembang dengan baik, civil society
akan bertumbuh dan berkembang dengan baik. Itu pula sebabnya para pakar
mengatakan civil society merupakan rumah tempat bersemayamnya demokrasi.
Menguatnya civil society saat ini sebenarnya
merupakan strategi yang paling ampuh bagi berkembangnya demokrasi, untuk
mencegah hegemoni kekuasaan yang melumpuhkan daya tampil individu dan
masyarakat. Dalam praktiknya banyak kita jumpai, individu, kelompok masyarakat,
elite politik, elite penguasa yang berbicara atau berbuat atas nama demokrasi,
walau secara esensial justru sebaliknya.
Kesadaran masyarakat
akan demokrasi bisa dibeli dengan uang. Kelompok masyarakat tertentu diatur
untuk bertikai demi demokrasi. Perseteruan eksekutif dan legislatif saat ini
sebenarnya tidak kondusif bagi pemulihan ekonomi kita, tetapi hal itu tetap
dilakukan demi demokrasi.
Keterlibatan warga dalam
keputusan-keputusan politik akan efektif apabila tersedia ruang yang cukup luas
dalam hubungan rakyat dengan negara. Ruang partisipasi ini disebut sebagai
ruang publik (public sphere). Melalui ruang publik inilah, individu atau
asosiasi warga masyarakat mengaktualisasikan aspirasinya untuk mempengaruhi
keputusan-keputusan negara.
Negara yang menyediakan
ruang publik yang cukup luas dan masyarakat yang memanfaatkan ruang tersebut
untuk berinteraksi dengan negara inilah yang akhirnya membentuk sebuah
masyarakat sipil (civil society).
Jadi,
demokrasi memungkinkan terbentuknya masyarakat
sipil, dan masyarakat sipil akan
dapat berkembang apabila prinsip-prinsip dasar demokrasi diterapkan dalam
negara.