Rabu, 19 November 2014

Civil Society dan Hakikat Demokrasi

Civil Society dan Hakikat Demokrasi






Disusun oleh:

Syahrul Bahtiar Rifa’i (14710077)




PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2014




KATA PENGANTAR

            Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Civil Society dan Hakikat Demokrasi”. Shalawat beserta salam kami curahkan kepada Nabi Muhammad Saw nabi junjungan alam. Makalah ini ditulis dari hasil peyusunan data-data referensi dari buku dan dengan tujuan memenuhi salah satu tugas yang diberikan oleh dosen pembimbing mata kuliah Pancasila, M. Sauki.
            Kami ucapkan terima kasih kepada pembimbing mata kuliah Pancasila atas bimbingan dan arahanya dalam penulisan makalah ini, juga kepada teman-teman yang telah mendukung sehingga makalah ini dapat diselesaikan.
           Saran dan nasihat dari pembaca sangat kami harapkan demi perbaikan makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis maupun pembaca semua.


Yogyakarta, 16 November 2014

Penulis































BAB I
Pendahuluan

            Perkembangan yang terjadi didalam masyarakat selalu berkembang dalam perkembangannya ini dipengaruhi juga oleh beberapa aspek seperti halnya dalam bidang budaya, sosial, politik, ekonomi dan sebagainya yang saling terikat dan mempengaruhi bagaimana perkembangan masyarakat tersebut. Masyarakat yang dapat mengerti dan memahami apa yang dibutuhkan oleh negaranya adalah masyarakat yang sangat diharapkan oleh negaranya . Dimana masyarakat tersebut dapat menjaga budayanya, dapat hidup secara mandiri, masyarakat yang didasari oleh kesetaraan dan juga tidak lepas dengan masyarakat yang mampu mempengaruhi kebijakan umum yang ada selaras dengan bagaimana hidup dengan demokrasi. Oleh karena itu makalah ini dibuat untuk memperkenalkan lebih dalam seperti apakah masyarakat sipil atau masyarakat madani dalam kehidupan bernegara sehingga informasi serta pengetahuan tentang civil society ini dapat berkembang lebih cepat dalam masyarakat dengan begitu secara tidak langsung tujuan Negara Indonesia untuk dapat memiliki masyarakat yang aktif dalam proses perkembangan Negara dapat terwujud.
            Dalam rentetan permasalahan di negeri ini yang mesti diingat adalah adanya peran civil society dalam mengingatkan pemerintah akan perannya dalam mengelola negeri ini yang seolah-olah absen dari tanggung jawab. Mereka seolah-olah melupakan peran masyarakat padahal sejatinya dalam iklim demokrasi civil society merupakan simpul dari sebuah negara yang demokratis.
























BAB II
Pembahasan

Pengertian civil society
            Civil society sering disebut sebagai masyarakat madani, masyarakat warga, masyarakat  kewargaan, masyarakat sipil, beradab, atau masyarakat berbudaya. Istilah civil society berasal dari bahasa latin yaitu civitas dei atau kota illahi. Asal kata civil adalah civilization (beradab). Civil society secara sederhana dapat diartikan sebagai masyarakat beradab.
            Konsepsi modern tentang civil society pertama kali dipakai oleh hegel dan philosophy of ahun right pada tahun 1821. Dia menyebutkan bahwa “civil society is sphere of ethical life interposed between the family and the state” definisi ini kemudidn dikembangkan oleh larry diamond(1994) yang menyatakan bahwa “civil society is the realm of organized social life that is voluntary, self-generating, self-supporting, autonomousfrom the state, and bound by legal order or set of shared rules” dengan demikian pandangan teory liberal tentang civil society pada hakekatnya menginginkan adanya suatu masyarakat yang mempunyai kemandirian dan terbebas dari hegemoni state (justinus prastowo, 2009).
            Dalam bahasa indonesia istilah civil society sulit diterjemahkan secara langsung, misalnya dengan masyarakat sipil (Hikam, 2006). Hal ini disebabkan karena istilah sipil diindonesia diterjemahkan sebagai bukan militer(non militer), padahal arti civil society atau burgerliche merupakan seluruh lapisan mastyarakat yang bukan negara dan bukan keluarga. Burgerliche juga tidak dapat diterjemahkan sebagai borgeoise, karena borjuis hanya merupakan salah satu kelas dalam masyarakat. Oleh karena itu maka magnis suseno (1992) menterjemahkan sebagai masyarakat luas.

Mekanisme fungsi civil society dalam relasasi negara-masyarakat dapat dilihat pada gambar berikut:


Civil society
Mempunyai aktivitas memajukan kesejahteraan
Sebagai kekuatan tandingan negara
Melakukan serangkaian aktivitas yang belum atau tidak dilakukan negara
 


















Landasan Filosofis Masyarakat Madani

            Di Negara bagian barat sedang menganut suatu faham yaitu faham rasionalitas. Lalu dengan adanya suatu pencerahan bahwa rasionalitas adalah instrument utamanya . Segala sesuatu yang berada di luar rasio atau jangkauan piker manusia dianggap menjadi suatu yang tidak relavan atau yang disebut dengan dikhotomi. Dengan adanya pemikiran yang seperti itu membuat masyarakat cenderung memandang sesuatu hanya berorientasi pada masyarakat modern serta lebih memandang proses sejarah secara tertutup dan menafikkan perlunya elemen diluar rasionalitas yang ada. Akhirnya mucullah suatu ketidakpuasan didalam hati masyarakat lali mereka berusaha untuk me-Recovery (menemukan) dan Recontruction (menyusun).Tetap berpegang teguh pada tradisi , agama, adat yang ada , tetapi tidak menolak sepenuhnya gagasan pencerahan yang tentunya akan membawa kedalam perubahan yang lebih baik .
            Meskipun akar pemikiran dari masyarakat madanipada dasarnya dapat diruntut kebelakang zaman Aristoteles namun Ciecerolah yang mulai memperkenalkan penakaian istilah yaitu societas civilis dalam suatu filsafat politik . Societas Civilis yang merujuk pada gambaran mengenai masyarakat yang memiliki tingkat kepatuhan hukum yang tinggi dan dapat di salurkan melauli organisasi – organisasi ataupun lembaga lembaga yang ada sehingga dapat membantu pembentukan kebijakan umum yang akan dibentuk atau yang perlu direvisi untuk kepentingan masyarakat seluruhnya.
            Di benua Eropa , masyarakat madani muali diawali dengan menguatnya kekuatan kekuatan politik diluar raja ketika pihak kerajaan membutuhkan upeti yang lebih besar dari kelompok tuan tanah. Perkembangan masyarakat Madani secara besar – besaran mulai sejalan dengan proses formasi social dan perubahan – perubahan politik di Eropa sebagai akibat dari pencerahan (enlightenment) dan modernisasi dalam menghadapi persoalan duniawi, yang keduanya waktu itu ikut mendorong tergusurnya rezim – rezim absolut . dan akhirnya Masyarakat borjuis Eropa untuk melepaskan diri dari dominasi Negara. Civil Society secara institusional diartikan Pengelompokan anggota – anggota masyarakat. Sebagai warga negara mandiri yang dapat dengan bebas dan egaliter bertindak aktif dalam suasana dan praktis mengenai segala hal yang berkaitan dengan masalah kemasyarakatan pada umumnya. (Henningsen Democracy : 14)

Perkembangan konsep civil society
            Konsep civil society dikonotasikan sebagai masyarakat sipil, merupakan konsep yang berkembang dalam pemikiran politik barat. Konsep tersebut telah mengalami proses evolusi yang cukup panjang dan sempat dilupakan tersebut bangkit dan mulai menjadi fokus perhatian pada akhir tahun 1980an awal dan awal 1990an , teutama saat terjadi gelombang demokratisasi dieropa timur. Terkait dengan konsep civil sosiety, cicero menyebutkan bahwa masyarakat sipil sebagai masyarakat politik yang mempunyai kode hukum tertentu yang mengatur hidup bersama dan pergaulan antar individu. Hukum yang mengatur antar individu merupakan tanda dari keberadaan suatu masyarakat tertentu. Menurut cicero, kondisi individu atau masyarakat keseluruhan yang memiliki budaya hidup kota dan menganut norma-norma kesopanan tertentu (adi suryadi cula, 2006:44). Dalam kehidupan kota, warga masyarakat hidup dibawah hukum sipil (civil law) sebagai dasar yang mengatur kehidupan bersama.
            Konsep masyarakat sipil atau civil society memeng tidak dapat dipisahkan dari pemikiran negara-kota (city-state) yunani kuno (adi suryadi cula, 2006 :44). Namun demikian terdapat perbedaan antara konsep masyarakat sipil menurut cicero dengan konsep yang dikemukakan oleh aristoteles. Dalam koinonia politike (terjamahan latin-sosietas civilis), yang berlatar pandang hidup warga yunani yang lebih menekankan kolektivitas, sedangkan cicero lebih mendasarkan warga romawi yang menjunjung individualistis(adi suryadi cula,1006:44).

Faktor yang mempengaruhi perkembangan civil society

1.      Budaya politik
Budaya politik suatu bangsa secara spesifik dapat didefinisikan sebagai keseluruhan cara berfikir yang dimiliki dan disebarkan oleh suatu bangsa mengenai politik dan pemerintahanya (Eddi Wibowo dan Hessel N. Tangkilisan,2004.38). budaya politik memberikan ruang psikologis dalam mana sebuah konflik politik akan dikelola dan kebijakan-kebijakan publik akan diterbitkan. Dalam kaitan ini terdapat 2 komponen utama yang membentuk budaya politik, yaitu: pertama, orientasi kognitif yang merefleksikan pengetahuan dan perhatian kepada obyek politik. Aspek kognitif ini menunjukkan apa sebenarnya yang dipercaya masyarakat tentang bekerjanya unsur dalam arena politik. Kedua, orientasi efektif, adalah efek yang termanifestasikan dalam perasaan dan emosi yang berkaitan dengan obyek politik (Ranney, 1996 dalam Eddi wibowo dan Hessel N. Tingkilsan, 2004: 38)
Salah satu aspek budaya politik adalah adanya peraturan perundang-undangan sebagai representase norma-norna yang diterapkan oleh suatu negara. Undang-Undang atau produk hukum maupun kebijakan yang dikeluarkan pemerintah, berpeluang melibatkan masyarakat dalam penyelesaian konflik yang mungkin timbul, namun disisi yang lain juga dapat menafikkan peran masyarakat bahkan menekan keterlibatan dipihak luar negara untuk melakukan perananya dalam sebuah sistem politik.

2.      Tingkat kesatuan dalam civil society
Menurut sudjatmiko dalam eddi wibowo dan hessel N. Tangkilisan (2004:39), kesatuan, kohesivitas, atau solidaritaserat kaitanya dengan komunitarisnisme sebagai salah satu komponen civil society yang harus dikembangkan sebagai penguatan civil society. Dipengaruhi oleh berbagai aspek , yaitu:
a.       Kesamaan visi dan misi komponen civil society
Menurut eddi wibowo dan hessel N. Tingkilisan (2004:39) visi memberikan gambaran kedepan memngenai idealisasi yang ingin diwujudkan, kearah mana organisasi pada masa yang akan datang. Sedangkan misi secara detail menguraikan seluruh cita-cita yang ingin dicapai oleh sebuah organisasi yang berfungsi sebagai arahan dan petunjuk bagi pengambilan keputusan organisasi.
b.      Jaringan kerja civil society
Menurut eddi wibowo dan hessel N. Tingkilisan (2004:39) Jaringan kerja merupakan sarana kerjasama dan interaksi antar komponen dalam civil society. Munculnya jaringan kerja bersama antar komponen-komponen civil society, merupakan indikasi positif menguatkanya kohesivitas dalam civil society. Jaringan kerja dan interaksi dapat diimplementasikan melalui berbagai kegiatan, antara lain fokus grup diskusion, join working group, konferensi, kelompok kerja bersama dan lain sebagainya.
c.       Partisipasi
Menurut eddi wibowo dan hessel N. Tingkilisan (2004:40-41) partisipasi yang ditunjukkan komponen-komponen civil society baik secara kualitas maupun kuantitas dalam sebuah agenda bersama, mengindikasi bagaimana sebenarnya soliditas dan kesatuan yang ada sebuah civil society. Seberapa bagus kualitas partisipasi dari civil society setidaknya dapat ditelusuri melalui keterlibatan civil society dalam perumusan kebijakan menurut breinkerhoff, partisipasi civil society dimanifestasikan dalam berbagai bentuk yaitu: penyebaran informasi, konsultasi, kolaborasi, pembuatan keputusan bersama dan pemberdayan.

3.      Dukungan dana dari luar negeri
Bantuan mempunyai peran penting dalam menyuplai infrastruktur organisasi. Selain itu juga berperan untuk mendanai konferensi atau seminar baik level domestik maupun internasional mengenai isi-isu yang relevan, juga memberikan dukungan untuk pelatihan dan pembekalan bagi manajemen organisasi.

Tujuan dibangunya Civil Society

aKemandirian individu sebagai warga negara
Kemandirian individu sebagai warga Negara yang dimaksutkan adalah individu individu yang bisa mengerti akan pentingnya peranan mereka dalam membatu perkembangan bangsa Indonesia . Hal kemandirian ini dapat di implementasikan kepada masyarakat yang taat dan patuh akan hukum serta dapat menyampaikan pendapat pendapatnya secara baik dan terarah untuk membantu pertimbangan kebijakan public yang akan di bentuk ataupun yang perlu di revisi uantuk kepentingan masyarakat luas.
b. Jaminan Hak Asasi Manusia
Sebagaimana yang telah tertulis dalam Undang Undang Dasar Negara Rebublik Indonesia bahwa setiap warga Negara berhak mendapatkan jaminan Hak Asasi Manusia tersebut, hal ini ditujukan agar warga Negara dapat dengan tenang melakukan segala aktivitasnya dan pastinya tidak mengganggu kepentingan orang lain.
c. Kebebasan bicara dan menyatakan pendapat
Civil Society yang memiliki tujuan untuk menjadi masyarakat yang patuh akan hukum dan juga memiliki prinsip demokrasi dan juga dapat mempengaruhi kebijakan umum hal tersebut diperlukan dengan adanya keberanian mengungkapkan pendapat, wadah wadah yang dapat menampung aspirasi atau pendapat masyarakat contonya seperti lembaga ataupun lembaga lembaga kemasyarakatan.
d. Keadilan yang merata
Keadilan merata bagi seluruh warga Negara baik dalam bidang hukum maupun pelayanan masyarkat lainnya .
e. Pembagian sumber daya ekonomi
Pembagian sumber daya ekonomi yang merata sehingga masyarakat dapat hidup lebih mandiri dan tidak selalu tergantung kepada pemerintah saja dan menunggu bantuan bantuan yang di berikan oleh pemerintah.



Realitas kehidupan civil society di Indonesia
            Realitas kehidupan civil society di Indonesia sangatlah menarik ,dimana gerakan-gerakan kemasyarakatan tumbuh dengan subur, mengindikasikan rasa tidak cukup puas masyarakat sipil terhadap peran negara. Lembaga Swadaya Maysarakat (LSM) pun menjamur, yang mana fungsinya sebagai pengimbang negara dan kekuatan untuk memberdayakan masyarakat marginal. Fenomena ini perlu disambut dan dilihat secara positif dalam rangka berlomba-lomba untuk berbuat yang terbaik
            Dari gambar diatas dapat dijelaskan akan selalu ada nya keterkaitan antara Intitusi non-pemerintah , Ormas dan Media massa, Perorangan yang selaku sebagai masyarakat sipil akan mempengaruhi kebijakan kebijakan yang akan dputuskan oleh institusi Negara. Masyarakat sipil reflektif dan mengisyaratkan hingga ada wacana public  bahwa individu dalam yang setara dapat membuat transaksi wacana dan praksis politik (akses kegiatan publik )  ruang publik yang bebas media masa , tempat pertemuan umum , parlemen sekolah , organisasi masyarakat. Untuk dapat mengembangkan masyarakat madani di Indonesia perlu suatu landasan tumpu untuk penguatan Civil Society tersebut yaitu Pancasila, nilai – nilai sila pancasila yang fleksibel dan universal dalam kesejahterahan.


Pengertian Demokrasi
Secara garis besar dapat dikatakan bahwa demokrasi merupakan bentuk pemerintahan di mana formulasi kebijakan, secara langsung atau tidak langsung ditentukan oleh suara terbanyak dari warga masyarakat yang memiliki hak memilih atau dipilih, melalui wadah pembentukan suaranya dalam keadaan bebas dan tanpa paksaan. Definisi umum ini setidaknya, sejalan dengan apa yang diutarakan oleh Joseph Schumpeter dalam buku klasiknya, Capitalism, Socialism, and Democracy yang mengatakan bahwa demokrasi adalah kehendak rakyat dan kebaikan bersama (the will of the people and the common good) (1947:269).
Pandangan Joseph Schumpeter tersebut dapat dimaknai dalam dua pengertian. Pertama, demokrasi sebagai kehendak rakyat. Demokrasi akan berwujud manakala kehendak rakyat mayoritas dapat dipenuhi oleh pemerintah berkuasa dengan (relative) baik. Kedua, demokrasi adalah sebagai kehendak bersama (common good). Menurut Schumpeter, tujuan sistem pemerintahan demokrasi ialah menciptakan kebaikan bersama yang ditetapkan dalam kontrak politik. Jalan menuju hal tersebut tentu saja dengan “metode demokratis” di mana di dalamnya terdapat mekanisme kelembagaan yang mana penempatan individu dalam memperoleh kekuasaan untuk membuat keputusan melalui perjuangan kompetitif demokratis dalam rangka merengkuh suara-suara warga.
Berbeda dengan Robert Dahl . Robert Dahl dalam Miriam Budiardjo (2008) mengajukan lima kriteria demokrasi sebagai sebuah ide politik, yaitu:
1.      Persamaan hak dalam menentukan keputusan kolektif yang mengikat,
2.      Partisipasi efektif, yaitu kesempatan yang sama bagi semua warga Negara dalam proses pembuatan keputusan secara kolektif,
3.      Pembeberan kebenaran, warga Negara memberikan penilaian terhadap jalannya proses politik dan pemerintahan secara logis,
4.      Kontrol terhadap agenda politik pemerintahan,
5.      Tercakupnya semua masyarakat dalam kaitannya dengan perihal hokum.

Perlu dipahami sebelumnya bahwa demokrasi adalah sistem pemerintahan perwakilan yang dibangun oleh aturan mayoritas , di mana beberapa hak individu dilindungi dari campur tangan pemerintah, dan tidak dapat dibatasi walaupun dengan suara mayoritas. Karena itu, menurut Gwendolen Carter dan John Herz dalam Budiardjo (2008: 86-87), demokrasi didefinisikan sebagai:
1.      Pembatasan terhadap tindakan pemerintah untuk memberikan perlindungan bagi individu dan kelompok dengan jalan menyusun pergantian pimpinan secara berkala;
2.      Adanya sikap toleran terhadap pendapat yang berlawanan;
3.      Persamaan dimuka hukum yang diwujudkan dengan sikap yang tunduk pada aturan hukum tanpa membedakan kedudukan social,ekonomi,dan politik;
4.      Adanya pemilihan yang bebas dan disertai dengan model perwakilan yang efektif;
5.      Diberikannya kebebasan berpartisipasi dan beroposisi bagi partai politik peserta pemilihan umum, termasuk juga organisasi kemasyarakatan dan kelompok-kelompok kepentingan serta kelompok-kelompok penekan;
6.      Adanya penghormatan terhadap hak-hak rakyat untuk menyatakan pandangannya;
7.      Dikembangkannya sikap menghargai hak-hak minoritas.

Dari sudut struktural, sistem politik yang demokratis, sejatinya, mampu memelihara keseimbangan antara konflik dan consensus. Hal ini menunjukan bahwa demokrasi memungkinkan perbedaan pendapat, persaingan, dan pertentangan, baik itu antara individu/kelompok/partai, tapi demokrasi hanya akan menolerir konflik yang tidak menghancurkan sistem.
Karena cairnya demokrasi itu sendiri, maka demokrasi tentu saja menyediakan mekanisme dan prosedur yang mampu mengelola, mengatur, dan menyalurkan konflik sampai pada penyelesaiannya dalam bentuk consensus. Maka dari itulah, Henry B. Mayo (dalam budiardjo, 2008) mengutarakan teorinya yang mengatakan bahwa ada nilai-nilai yang harus dipenuhi dalam membumikan demokrasi secara definisi, yakni:
1.      Menyelesaikan pertikaian secara damai dan sukarela;
2.      Menjamin terjadinya perubahan secara damai dalam suatu masyarakat yang selalu berubah;
3.      Pergantian penguasa yang teratur;
4.      Penggunaan paksaan sesedikit mungkin;
5.      Pengakuan dan penghormatan terhadap nilai-nilai keanekaragaman;
6.      Penegakkan keadilan;
7.      Memajukan ilmu pengetahuan;
8.      Pengakuan dan penghormatan terhadap kebebasan.

Terdapat beberapa ciri pokok dari sebuah sistem politik yang demokratis, ialah:
·         Adanya partisipasi politik yang luas dan otonom
·         Berwujudnya kompetisi politik yang sehat dan adil
·         Adanya suksesi atau sirkulasi kekuasaan yang berkala terkelola
·         Adanya monitoring, kontrol, serta pengawasan terhadap kekuasaan (eksekutif, legislatif, yudikatif, birokrasi, dan militer) secara efektif, juga berwujudnya mekanisme check and balances diantara lembaga-lembaga Negara
·         Adanya tatakrama, nilai, norma yang disepakati bersama dalam bermasyarakat, bernegara, dan berbangsa.


Prinsip-prinsip Demokrasi
Secara historis, demokrasi tumbuh sejak zaman Yunani kuno, yaitu pada masa Negara kota (city state) di Athena sekitar abad-6 sampai abad-3 sebelum masehi. Secara etimologis demokrasi berasal dari Bahasa Yunani, yaitu “demos” yang berarti rakyat dan “kratos atau kratein” yang berarti kekuasaan atau berkuasa.

Alamudi mengatakan bahwa demokrasi menganut prinsip sebagai berikut:
·         Kedaulatan rakyat
·         Pemerintahan berdasarkan persetujuan dari yang diperintah
·         Kekuasaan mayoritas
·         Hak-hak minoritas
·         Jaminan hak asasi manusia
·         Pemilihan yang bebas dan jujur
·         Persamaan di depan hukum
·         Proses hukum yang wajar
·         Pembatasan pemerintah secara konstitusional
·         Pluralisme social, ekonomi, dan politik
·         Nilai-nilai toleransi, pragmatisme, kerja sama, dan mufakat.

A.V.Dicey dalam Miriam Budiardjo (2008:113) mengidentifikasi unsur-unsur rule of law dalam demokrasi konstitusionil menjadi tiga, yaitu:
1. supremasi aturan-aturan hukum (supremacy of the law), seseorang hanya boleh dihukum kalau melanggar hukum
2. kedudukan yang sama di depan hukum (equality before the law) baik untuk pejabat ataupun rakyat biasa
3. terjaminnya hak-hak asasi manusia oleh undang-undang.

Perkembangan Pemikiran Tentang Demokrasi
ü  Thomas Hobbes
a.       Konsep State of Nature Manusia
Manusia sebagai makhluk yang mementingkan diri sendiri dan bersifat rasional. Hobbes memandang bahwa Negara harus menjadi perwujudan kelembagaan yang kuat, yang mampu mengancam (kapan saja) individu-individu dalam sebuah institusi Negara.
Untuk mengatur kebebasan kehendak manusia, perlu ditanamkan bertingkah laku dalam masyarakat berada pada tangan pemerintah yang berdaulat. Namun, dalam batas-batas yang ditetapkan oleh pemerintah, individu (warga masyarakat) bebas hidup sesuai dengan kehendaknya karena tujuan kewenangan absolut yakni untuk mencegah seseorang bertindak merugikan orang lain.
b.      Negara dan Kekuasaan
Dengan modal rasionalitas yang dimilikinya serta keiinginan untuk dapat terhindar dari “kematian’ manusia kemudian berusaha untuk mencari perlindungan yang bisa mengindarkan dari ancaman. Upaya yang dilakukan ditempuh dengan mekanisme convenat (kontrak social) untuk mendirikan sebuah Negara. Negara yang dibayangkan oleh hobbes diwajibkan untuk mempunyai hak menentukan nilai-nilai yang boleh dan tidak untuk dilakukan oleh anggota masayarakat.
Menurut Thomas Hobbes ada beberapa langkah yang dapat dilakukan agar tak tercipta kealiman penguasa yaitu 1. Melalui kesadaran penguasa itu sendiri 2. Dibuat undang-undang yang mengatur kekuasaan penguasa 3. Diwajibkannya penguasa untuk menjaga HAM.


2. John Locke
a. sedikit tentang locked an state of nature
mengenai keadaan alamiah manusia. Secara alamiah manusia berapa dalam keadaan bebas sama sekali dan kedudukan sama .keadaan alamiah manusia pada awalnya ditunjukan dalam bentuk saling memberi , hormat menghormati, saling tolong dan sebagainya. Kondisi yang terakhir itu mengarah pada lahirnya ketimpangan social antar individu atara satu kelompok atau antar Negara. Menurut locke yang membuat peradaban luluh lantah bukan karena factor internal manusia tetapi lebih disebabkan oleh factor dorongan ekternal. Pandanga terakhir jelas berbeda dengan pandangan hobbes yang mengarah pada factor internal.
b.Negara dan Kekuasaan
Locke mengatakan bahwa pemerintah di tetapkan berdasarkan persetujuan yang diperintah. Kehadiran pemerintah untuk memperkecil lahirnya state of war. Oleh karena itu Negara punya tugas ganda yaitu menjaga property right warga Negara yang telah diperoleh  -masing individu dan menciptakan iklim kondusif bagi masyarakat.
Kemudian terkait state of nature manusia, Negara perlu menetapkan hukum-hukum sebagai patokan dasar dalam menata kehidupan bermasyarakat. Tujuan di dirikan Negara ialah untuk melindungi dan menjaga kebebasan sipil sebagai wujud dari civil society dimana kewenangan tertinggi berada di tangan pemerintah, yang setiap regulasinya harus di taati oleh para warga Negara. Negara melalui kontrak social artinya karena setiap warga Negara yang kemudian di gunakan untuk mengatur individu-individu yang berada di dalamnya. Oleh karena itu Negara dapat melakukan apa saja sesuai dengan perjanjian antar warga Negara.

3.Montesquieu

a.       Pembagaian kekuasaan
Dikenal dengan trias politica menyebut tiga institusi yang harus ada dalam Negara modern, yaitu legislative, eksekutif dan yudikatif. Tujuan trias politica supaya political right dan civil liberties dapat terbangun dan terlindungi dengan baik.
b.      Filsafat Detrministik Geografi dan Bentuk Pemerintah
Menjelaskan bahwa letak geografi menentukan kepemilikan atas sumber daya alam dan karakter individu hingga bentuk rumah, pola bersosial dan lain-lain. Cara pandang ini mempengaruhi bentuk-bentuk Negara. Menurut Montesquieu terdapat tiga bentuk Negara:1. Negara yang mempunyai wilayah kecil akan sangat pantas untuk mengaplikasikan bentuk Negara republik. 2. Negara memiliki wilayah sedang sangat pantas mengaplikasikan bentuk Negara monarki. 3. Negara memiliki wilayah luas sangat pantas mengaplikasikan bentuk Negara despotic

 D. Demokrasi dan demokratisasi
 Negara sebagai suatu konsep politik klasik kembali tampil dalam kemasan baru yang mampu menggeser konsep politik kontemporer. Politik demkratisasi dapat diartikan dalam suatu transformasi untuk mencapai siuatu sistem yang demokratis. Demokrasi berarti secara sederhana pemerintahan dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat. Oleh karena itu demokrasi merupakan sistem yang bertumpu pada kedaulatan rakyat.
 Menurut Diamond dalam Miriam Budiarjo, ada tiga tugas konsolidasi demokrasi
1.      Penguatan demokrasi yaitu membuat struktur formal demokrasi menjadi lebih liberal.
2.      Pelembagaan politik yaitu pemerkuatan stujktur demokrsi perwakilan dan pemerintahan formal sehingga mereka levbih menjadi koheren.
3.      Konsolidasi demokrasi adalah membangun kinerja rezim yaitu membangun legitinasi politik yang luas melalui kemampuannyan dalam memfromulasi dn mengimplimentasikan kebijakan- kebijakan public.

Robert Dahl dalam Miriam Budiardjo yang menjelaskan proses menuju sistem politik yang demokrats mesti membutuhkan kondisi-kondisi awal yang memadai guna terwujudnya demokratsasi:

1.      Adanya pemilihan umum yang bebas, adil, dan berkala.\
2.      Kebebasan berpendapat
3.      Adanya akses kesumber-sumber informasi yang luas dan beralternatif
4.      Adanya otonomi asosiasional
5.      Dibangunnya pemeintahan perwakilan
6.      Adanya hak warga Negara yang inklusif

Sistem politik yang  hakikatnya memnerlukan 3 prinsip dasar:
1.      Tegaknya etika dan moralitas politik sebagai landasan kerja sistem politik,ekonomi,dan social dalam horizon berbangsa dan bernegara
2.      Tegaknya prinsip konstitusionalisme secara tgas melalui pelaksanaan terhadap supremasi hukum
3.      Diberlakukan dan dilaksanakan mekanisme akuntasbilitas public
\
Hungtington proses menuju demokrasi dapat berlangsung dalam empat skenario :

1.      Transformasi : proses menjadi demokrasinya suatu negara yang awalnya otoriter dengan dimotori dan dikendalikan oleh pihak yang berkuasa.
2.      Replacement : demoratisasi terjadi melalui runtuhnya kekuasaan rezim lama yang kemudian digantikan oleh rezim yang baru dan prodemokrasi.
3.      Transpalacement : proses menuju negara yang demorasi sebagai kombinasi antara gerakan sosial diluar rezim yang mengalami penguat-penguatan melalui people power misalnya serta ada dorongan dari fraksi – fraksi prodemokrasi didalam rezim yang tengah berkuasa.
4.      Intervensi: proses demokrasitisasi yang dihasilkan oleh ikut sertanya pihak luar negara lain dalam atau dengan menjatuhkan rezim yang tengah berkuasa

Munk dan leff dalam Idrus Afandi mengajukan tipologi transisi menuju demokrasi kedalam beberapa jenis:

1.      Reformasi dari bawah proses transisi menuju demokrasi ini digerakkan oleh kelompok di luar elite berkuasa melalui perjuangan yang bergerak dalam kerangka hukum yang ada.
2.      Reformasi melalui transaksi. Seperti di brazil dan polandia contohnya, demokrasitisasi terjadi karena elite penguasa tidak mampu lagi memiliki cukup kekuatanuntuk melawan sehingga terjadi negoisasi untuk akhirnya melaksanakan sitem politik demokratis.
3.      Reformasi melalui ekstrikasi. Terjadi di Hungaria, dilakukan denmgan cara yang ekletik dengan kerangka negisasi anatara kelompok oposisi dan kelompok berkuasa yang kemudiian masing-masingnya mempunyai kesedian untuk membuka diri dan menerima kekurangan serta mengakumulasi kelebihan.
4.      Reformasi melalui kleruntuhan atau perpecahan. Yang pernah terjadi di Argentina akibat lanjut dari kekalahn dalam perang Malvinas yang menyebabkan kelompok kelompok dalam masyarakat akhirnya mengambil alih kekuasaan dalam politik.
5.      Reformasi konservatif. Suatu perubahan ke arah demokrasi yang dilakukan oleh elite berkuasa akibat dari kesadaran elite dengan mengakomodasi semua kebutuhan yang diperluakan oleh suatu sitem politik demokrasi.
6.      Revolusi sosial suatu gerakan yang warga yang digagas diluar rezim  dengan cara konmfrotasi.kasus Filipina adalah contoh bagaimana revolusi sosial dapat menyumbangkan demokrasi dinegara itu.















            Demokrasi adalah kebebasan untuk berpendapat dengan adanya kebebasan pers didalamnya dan adanya trias politika sebagai penampungan aspirasi masyarakat dan kebebasan tersebut harus bertanggung jawab. Kebebasan tersebut tidak boleh mengganggu kebebasan orang lain.
Awalnya demokrasi diartikan sebagai pemerintahan oleh rakyat dan untuk rakyat. Dalam perkembangannya pengertian demokrasi menjadi lebih luas sebagai bentuk pemerintahan di mana hak-hak untuk membuat keputusan-keputusan politik harus melibatkan rakyat baik secara langsung maupun perwakilan.
            Demokrasi mempunyai nilai untuk menghindari tirani (kesewenang-wenangan), adanya jaminan HAM untuk menuju perdamaian dan kemakmuran suatu masyarakat dan Negara.
Demokrasi menjadi istilah yang bersifat universal, tetapi dalam prakteknya terdapat perbedaan-perbedaan antara satu negara dengan negara yang lain.
Akan tetapi, terdapat prinsip-prinsip dasar yang sama, seperti persamaan, dihormatinya nilai-nilai kemanusiaan, penghargaan kepada hak-hak sipil dan kebebasan, serta dihargainya pluralitas dan kompetisi yang fair.
            Civil Society adalah keterlibatan warga Negara yang bertindak secara kolektif untuk mencapai tujuan dan masyarakat sipil yang memusatkan perhatiannya untuk kepentingan publik tetapi tidak berusaha untuk merebut kekuasaan. Habermas seorang tokoh madzab Frankfurt melalui konsep the free public sphere atau ruang publik yang bebas, di mana rakyat sebagai citizen memiliki akses atas setiap kegiatan publik. Sebagai missal, setiap individu memiliki kebebasan untuk berpendapat dan berekspresi dengan syarat harus kebebasan yang bertanggung jawab. Pandangan Habermas ini, tampaknya sedang berlangsung di Indonesia saat ini. Cuma yang jadi soal, kita baru berada pada tataran proses belajar, setelah sekian lama kebebasan kita dibelenggu oleh penguasa. Sikap egalitarian bangsa ini telah terkoyak-koyak oleh perjuangan memperebutkan atribut-atribut semu yang dikendalikan oleh invisible hand. Jiwa dari the free public sphere sebenarnya telah terakomodasi dalam UUD 1945 Pasal 28. Namun, karena kuatnya political will penguasa spirit dari gagasan Habermas ini memudar nyaris punah.
            Kita telah lama memimpikan ruang publik yang bebas tempat mengekspresikan keinginan kita atau untuk meredusir, meminimalisir berbagai intervensi, sikap totaliter, sikap etatisme pemerintah. Pada ruang publik inilah kita memiliki kesetaraan sebagai aset untuk melakukan berbagai transaksi wacana tanpa harus takut diciduk, diintimidasi atau ditekan oleh penguasa. Model ini sudah lama tetapi sekaligus merupakan format baru bagi kita untuk mereformasi paradigma kekuasaan yang telah dipuntir oleh penguasa Orde Baru.
The free public sphere merupakan inspirator, motivator sekaligus basis bagi mekanisme demokrasi modern, seperti yang dialami oleh Amerika, bangsa Eropa dan kawasan dunia lain. Demokrasi modern secara substantif mengacu pada kebebasan, kesetaraan, kemandirian, kewarganegaraan, regularisme, desentralisme, aktivisme, dan konstitusionalisme.
            Kita mesti membangun dan mengembangkan institusi seperti LSM, organisasi sosial, organisasi agama, kelompok kepentingan, partai politik yang berada di luar kekuasaan negara, termasuk Komnas HAM dan Ombudsman yang dibentuk oleh pemerintah. Hal ini tidak serta merta menghilangkan keterhubungannya dengan negara atau bersifat otonom. Berbagai undang-undang, hukum dan peraturan negara tetap menjadi pijakan bagi setiap institusi dalam melakukan aktivitasnya. Hal terpenting dalam civil society adalah kesetaraan yang bertumpu pada kedewasaan untuk saling menerima perbedaan. Tanpa itu, civil society hanya merupakan slogan kosong.
            Civil Society dan demokrasi ibarat "the two side at the same coin". Artinya jika civil society kuat maka demokrasi akan bertumbuh dan berkembang dengan baik. Sebaliknya jika demokrasi bertumbuh dan berkembang dengan baik, civil society akan bertumbuh dan berkembang dengan baik. Itu pula sebabnya para pakar mengatakan civil society merupakan rumah tempat bersemayamnya demokrasi.
            Menguatnya civil society saat ini sebenarnya merupakan strategi yang paling ampuh bagi berkembangnya demokrasi, untuk mencegah hegemoni kekuasaan yang melumpuhkan daya tampil individu dan masyarakat. Dalam praktiknya banyak kita jumpai, individu, kelompok masyarakat, elite politik, elite penguasa yang berbicara atau berbuat atas nama demokrasi, walau secara esensial justru sebaliknya.
            Kesadaran masyarakat akan demokrasi bisa dibeli dengan uang. Kelompok masyarakat tertentu diatur untuk bertikai demi demokrasi. Perseteruan eksekutif dan legislatif saat ini sebenarnya tidak kondusif bagi pemulihan ekonomi kita, tetapi hal itu tetap dilakukan demi demokrasi.
            Keterlibatan warga dalam keputusan-keputusan politik akan efektif apabila tersedia ruang yang cukup luas dalam hubungan rakyat dengan negara. Ruang partisipasi ini disebut sebagai ruang publik (public sphere). Melalui ruang publik inilah, individu atau asosiasi warga masyarakat mengaktualisasikan aspirasinya untuk mempengaruhi keputusan-keputusan negara.
            Negara yang menyediakan ruang publik yang cukup luas dan masyarakat yang memanfaatkan ruang tersebut untuk berinteraksi dengan negara inilah yang akhirnya membentuk sebuah masyarakat sipil (civil society).
Jadi, demokrasi  memungkinkan terbentuknya  masyarakat  sipil, dan  masyarakat sipil akan dapat berkembang apabila prinsip-prinsip dasar demokrasi diterapkan dalam negara.